Minggu, 01 April 2012

Tauhid yang Benar

Assalamu'alaikum Ustadz,
Bagaimanakah menegakkan tauhid yang 100% benar dan lurus? Apakah menentang 'thoghut' termasuk aplikasi tauhid yang benar?apakah menentang undang-undang yang dibuat manusia, spt azas demokrasi, dan termasuk pemerintah yang menyalahi aturan/hukum Allah termasuk syarat bertauhid yang benar?
Mohon pencerahannya.
Terima kasih

'abdurrahman

Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb
Tauhid dalam bahasa arab adalah mashdar dari wahhada asy Syai’- yuwahhiduhu – tauhid, artinya menjadikan satu dan meniadakan bilangan darinya. Sedangkan tauhid dalam istilah syar’i adalah meniadakan yang setara dan semisal bagi dzat Allah dalam sifat dan perbuatan-Nya, serta menafikan sekutu dalam rububiyah dan beribadah kepada-Nya. Firman Allah yang menafikan kesetaraan terhadap-Nya :
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
Artinya : “Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. Al Ikhlas : 1 – 4)
Sedangkan firman-Nya yang menafikan sekutu dalam rububiyah-Nya :
قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قُلِ اللَّهُ
Artinya : “Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah". (QS. Ar Ra’du : 16)
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (31)
Artinya : “Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka Katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?" (QS. Yunus : 31)
Firman-nya yang menafikan sekutu dalam beribadah kepada-Nya :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Artinya : “Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah.” (QS. Muhammad : 19)
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163)
Artinya : “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al An’am : 162 – 163)
Dari sini, maka terdapat tiga macam tauhid :
  1. Tauhid dalam dzat, asma dan sifat.
  2. Tauhid Rububiyah yaitu mengkhususkan dan mengesakan Allah dalam penciptaan, memberi rezeki dan mengatur segala urusan makhluk-Nya.
  3. Tauhid Uluhiyah yaitu tauhid dalam hal ibadah , yaitu mengkhususkan dan mengesakan-Nya dengan segala bentuk peribadahan dan tidak memberikannya kepada semua makhluk-Nya baik yang sempurna maupun mulia diantara mereka, seperti : malaikat, para nabi, atau orang-orang shaleh atau yang lebih rendah dari mereka dari semua manusia dan makhluk-Nya. (Aqidah al Mu’min hal 53)
Keimanan kepada Allah yang benar adalah keimanan yang mencakup ketiga macam tauhid tersebut. Tidaklah dikatakan mukmin ketika ia hanya menerima tauhid rububiyah dan menolak tauhid uluhiah dan tauhid asma wa sifat.
Karena dari ketiga macam tauhid tersebut, tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah yang mencakup tauhid Rububiyah dan Asma wa Sifat bukan sebaliknya. Seorang yang meyakini bahwa Allah adalah satu-satu-Nya yang berhak diibadahi maka dirinya meyakini bahwa Allah adalah Rabbul ‘alamin dan meyakini bahwa Allah memiliki nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang sempurna.
Karena Tauhid Uluhiyah inilah, Allah mengutus para Rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Karena tauhid ini pulalah para Rasul dicaci, diusir, diperangi bahkan diantara mereka ada yang dibunuh oleh musuh-musuh Allah swt. Dan tauhid inilah yang menjadi asas dakwah para Rasul-Nya yaitu menyembah Allah saja dan menjauhi para thaghut.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (36)
Artinya : “Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.” (QS. An Nahl : 36)
Tentang perintah menjauhi Thaghut ini, Al Qurthubi mengatakan bahwa maknanya adalah meninggalkan segala yang disembah selain Allah, seperti : setan, dukun, berhala dan setiap orang yang mengajak kepada kesesatan.
Sementara Ibnul Qayyim mengatakan bahwa thaghut adalah setiap hamba yang melampaui batas-batas kehambaannya seperti menjadi yang diibadahi atau dikuti atau ditaati. Thaghut adalah setiap kaum yang menetapkan hukum dengan selain hukum Allah dan Rasul-Nya atau menyembah selain Allah atau mengikutinya tanpa landasan ilmu dari Allah atau menaatinya didalam perkara-perkara yang mereka mengetahuinya bahwa perkara itu termasuk ketaatan kepada Allah.
Itulah para thaghut di alam jika anda memperhatikannya dan jika anda memperhatikan pula kondisi manusia maka kebanyakan dari mereka telah berpaling dari menyembah Allah swt kepada menyembah para thaghut, dari taat kepada-Nya dan mengikuti Rasul-Nya menjadi taat kepada thaghut dan mengikutinya.” (I’lam al Muwaqqi’in juz I hal 50)
Al Lajnah ad Daimah ketika ditanya tentang makna Thaghut secara umum dengan apa yang diisyaratkan didalam tafsir Ibnu Katsir terhadap ayat di surat an Nisa :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آَمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا (60)
Artinya : “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut, Padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya..” (QS. An Nisa : 61).
Al Lajnah menjawab bahwa makna Thaghut secara umum adalah segala yang disembah selain Allah secara mutlak, mendekatkan diri kepadanya dengan shalat, puasa, nazar, sembelihan, berlindung kepadanya dalam hal-hal yang menjadi urusan Allah swt berupa menghilangkan kemudharatan atau mendapatkan manfaat atau menjadikannya hakim sebagai pengganti dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang dimaksud thaghut didalam ayat diatas adalah segala sesuatu yang menyimpang dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam baik berupa sistem-sistem, undang-undang buatan manusia, adat kebiasaan turun-temurun atau para pemimpin kaum yang menghukum diantara mereka dengannya atau dengan pendapat atau pemikiran pemimpin jamaah atau dukun. 
Dari sini jelas bahwa sistem-sistem yang dibuat untuk berhukum kepadanya yang disejajarkan dengan syariat Allah termasuk didalam makna thaghut. Akan tetapi barangsiapa yang disembah selain Allah tanpa ada keredhoannya terhadap hal itu, seperti para Nabi, orang-orang shaleh maka ia tidaklah dinamakan Thaghut. Dan thaghutnya adalah setan yang menyeru mereka untuk melakukan hal itu dan menghiasi mereka baik dari kalangan jin maupun manusia.
Sedangkan maksud dari kehendak didalam firman Allah :
يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ
Artinya : “Mereka hendak berhakim kepada thaghut.” adalah adanya sesuatu yang menyertainya baik perbuatan atau bukti-bukti atau tanda-tanda yang menunjukkan kehendak dan keinginan berdasarkan apa yang terdapat didalam ayat setelahnya :
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا (61)
Artinya : “Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu Lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS. An Nisa : 61)
Dalil lainnya adalah sebab nuzul yang disebutkan Ibnu Katsir dan yang lainnya didalam tafsir ayat ini. Demikian pula (perbuatan) mengikutinya adalah bukti kerelaan... (al Lajnah ad Daimah li al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta, No. 8008)
Wallahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar